1. Ancaman Masuknya Pendatang Baru
Bisnis pertelevisian merupakan bisnis yang dinamik, menarik, multi aspek, dan pelopor dalam ekspansi global. Di sisi lain pelbagai bukti empiric secara tak langsung telah membuktikan bahwa sektor pertelevisian merupakan sector bisnis yang paling diminati oleh perusahaan multi nasional dalam kerangka ekspansi dan globalisasinya.
Beberapa waktu lalu, elemen masyarakat kritis seperti Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) sudah melayangkan surat somasi kepada pemerintah dan KPI, meminta ketegasan mengenai kepemilikan jamak pada bisnis pertelevisian. Koordinator MPPI Kukuh Sanyoto di media (Koran Tempo,12/12/07), mencontohkan, Para Group memiliki dua stasiun televisi di satu provinsi, yakni PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV) dan PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (TV-7). Sedangkan, PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNC) mengendalikan saham tiga stasiun televisi : PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Global Informasi Bermutu (Global-TV) masing-masing 99,99 persen serta PT Cipta TPI (TPI) 75%. Langkah yang dilakukan MPPI ini menarik untuk meneguhkan wacana kritis membongkar praktek kotor bisnis televisi di negeri ini
Modal yang dibutuhkan untuk memasuki industri ini sangat besar mengingat mahalnya teknologi yang digunakan. Sehingga yang dapat masuk ke industri ini adalah pengusaha – pengusaha bermodal besar ataupun perusahaan raksasa yang telah mapan.
Jadi dengan kondisi tersebut diatas, maka kecil kemungkinannya pendatang baru untuk dapat memasuki industri ini karena banyaknya barrier to entry yang sengaja dibuat agar tidak meruntuhkan pemain yang sudah ada sebelumnya.
2. Kekuatan tawar-menawar pembeli
Jumlah pemirsa pertelevisian dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Pemirsa di Indonesia pada umumnya mempunyai daya tawar yang cukup kuat terhadap jasa pertelevisian, apalagi dengan program yang ditayangkan oleh perusahaan tersebut.
RCTI telah membuktikan eksistensinya sebagai perusahaan pertelevisian swasta yang pertama kali berdiri di Indonesia dan juga setiap programnya merupakan sajian yang bermanfaat bagi para pemirsanya.
3. Kekuatan tawar-menawar pemasok
Industri pertelevisian seperti RCTI telah menggunakan teknologi yang canggih dalam menayangkan setiap programnya. Sehingga dapat dilihat dari segi program dan iklan yang ditampilkan di RCTI cukup banyak dan variatif.
4. Ancaman dari barang atau jasa pengganti
Tayangan televisi sebagai wahana audio visual lebih cenderung banyak diminati karena dapat menjadi salah satu alternatif hiburan bagi pemirsanya. Tapi hal ini tidah menutup kemungkinan akan pilihan pemirsa terhadap wahana audio seperti radio.hal seperti ini dapat dimanfaatkan oleh pertelevisian untuk lebih menggali kemampuan dalam menciptakan sajian yang ringan tetapi tetap menghibur.
5. Persaingan di antara perusahaan yang ada
Kondisi persaingan industri pertelevisian di Indonesia sangat ketat sehingga pemerintah harus tegas dalam menindak praktek monopoli yang didasarkan pada perundang – undangan formal yang berpihak kepada publik. Dengan usaha ini, kita berharap masa depan televisi menjadi institusi yang memberikan inspirasi bagi kemajuan bangsa dalam berbagai bidang. Tayangan yang cerdas, mendidik, berkeadilan dan berspektif pencerahan, bukan sebaliknya tayangan “sampah” yang merusak generasi muda bangsa ini.